SEKILAS PENDEKATAN KEBUDAYAAN KESULTANAN DAN DIRADJA AIRTIRIS MELAYU KAMPAR BAGIAN DARI KESULTANAN NUSANTARA
Sebelum masuknya Islam di bumi Nusantara ini, bangsa Indonesia secara historis sebagai mana kekuasaan Kerajaan besar Sriwijaya, Majapahit, Mataram dan Kutai. Bangsa Indonesia Ketika itu masih menganut agama sabi’in, Hindu, Budha, Animisme. Kedatangan Islam mulai dari Aceh sekitar abad 12 M dan baru mendirikan Daulah Islamiah atau kesultanan Nusantara abad 14 M yang dikenal dengan kesultanan Samudera Pasai dan menyebar ke seluruh Nusantara sampai ke kesultanan Ternate dan Papua. Keberhasilan Daulah ini menggunakan pendekatan populis, egaliter, pedagang Arab terdidik, ulama, humanis dan dermawan sehingga menjadi daya tarik bagi pribumi.
Dengan kesultanan ideologis, kesultanan Nusantara pada abad 14 M hingga abad 16 M kesultanan Nusantara tiada henti secara bergantian melakukan perlawanan dan peperangan melawan kecurangan dan penindasan oleh VOC di ambil alih oleh pemerintahan kolonial Belanda. Sejak abad 16 inilah Belanda mengambil Pelajaran dari kegagalan VOC, pemerintah kolonial menjalankan structural fungsional dengan sekularisasi dan westernisasi, intinya mereka mancabut kekuatan ideologis kesultanan Nusantara tersebut dari Aqidah di bidang Politik, Hukum Islam, Ekonomi Islam dan Kebudayaan Islam.
Dengan metode struktural fungsional dapat melemahkan para Sultan dan Raja Nusantara dalam proses Sejarah yang Panjang menjalankan fungsi fungsi politik terutama fungsi input sosialisasi kepentingan politik kolonial merubah system Pendidikan Islam menjadi Pendidikan sekuler maka munculah setidaknya lima golongan bangsa Indonesia
a) Kelas Penjajah Belanda
b) Kelas Bangsawan, Sultan, Raja Nusantara peodal, priyai, aristrokrat
c) Kelas pegawai pemerintah Kolonial
d) Kelas Islam santri tradisional dan Islam modernisasi
e) Kelas abangan
Dengan demikian kesultanan atau Kerajaan Nusantara tidak lagi mampu mengendalikan. kepemimpinan karena berubah menjadi peodal pemilik lahan yang memberikan konsesi kepada pemerintah kolonial dengan imbalan Royalti dan keuntungan materi lainnya. Kepemimpinan umat yang terpecah menjadi 5 kelas sosial tersebut golongan santri Islam tradisional dan islam modern dan abangan diambil alih oleh para ulama, kiyai yang dimulai dengan dakwah mengembalikan Aqidah umat Islam secara kaffah, namun pemerintah Kolonial penjajah Belanda bagian dari kekuatan politik global yang memiliki ideologi liberalisme, belajar dari kekalahan mereka dalam perang salib bahwa Islam tidak bisa ditaklukkan dengan senjata semata oleh karenanya mereka merubah strategi melalui akademis dengan structural fungsional yakni sosialisasi, komukasi, rekrutmen, artikulasi dan agregasi kepentingan politik sebagai fungsi Input dan sekaligus mereka dengan menjalankan fungsi output yakni fungsi pemerinahan edukatif, yudikatif dan legislatif sekaligus perjalanan Panjang Sejarah penjajahan Belanda mampu menguasai bumi pertiwi tidak saja dengan kekuatan senjata tetapi juga merubah pola pikir bangsa Indonesia yang Agamis menjadi sekuler dengan munculnya lima kelas sosial sehingga walupun para kiyai, ulama mampu membangkitkan kesadaran bangsa Indonesia untuk Merdeka dari penjajahan terutama dari golongan santri Islam tradisional dan Islam modernisasi perkotaan dan Islam abangan yang mayoritas, namun dalam kenyataan dan perjalanan Sejarah kelas sosial didikan Belanda yang paling siap mengisi kemerdekaan yang disebut kelas sosial peodal pemilik lahan, bangsawan turunan mantan pegawai pemerintah kolonial mereka pada umumnya masih beragama Islam. tetapi orientasi dibidang Politik, Ekonomi, Hukum, dan Sosial tidak lagi meyakini Islam secara ideologis inilah yang dimaksud dengan pencabutan Aqidah oleh penjajah.
Oleh karenanya jika kesultanan atau Kerajaan ingin berdaulat dan bermartabat sebagaimana masa lalu tentu saja harus mampu mengembalikan Aqidah umat dengan dakwah Islam melalui pendekatan kultural dan kebudayaan. Demikian juga Yayasan kesultanan atau Diradja Air Tiris Melayu Kampar dan ORMAS DPW LKPASI (Lembaga komunikasi pemangku adat seluruh Indonesia) Provinsi Riau dengan posisinya sebagai cagar budaya sejalan dengan pemerintah. Provinsi Riau.
Dato’ sri Prof. Dr. H. SOFYAN SIROJ ABDUL WAHAB, Lc., M.M., Ph.D. ( Hakim Agung DIRADJA AIRTIRIS Melayu Kampar – Riau )