WAHAI MANUSIA

“يايها الناس انتم الفقراء…”

“Hai manusia, kamulah yang berkehendak.,”

Sebesar apa tingkat kebutuhan manusia kepada Allah swt, maka sebesar itu pula tingkat kecukupannya pada Allah, dalam segala hal.

Dalam segala hal, kita butuh Allah. Dalam segala hal, kita kembali pada Allah. Setiap kali kebutuhan meningkat maka setiap kali itu pula kecukupan bertambah.

Dzun Nun al-Mishri mengatakan,” Makhluk itu butuh pada Allah dalam setiap tarikan nafas, langkah, dan lintasan pikiran.

Sahal at-Tustari mengatakan,”Setelah Allah menciptakan makhluk, Allah memutuskan diri sendiri sebagai Zat Yang Maha Kaya dan makhluk sebagai zat yang miskin.

Barang siapa yang mengaku dirinya sebagai orang kaya maka dia terhijab dari Allah. Barang siapa yang menampakkan kemiskinannya di hadapan Allah, maka kemiskinannya itu akan mengantarkan diri pada kekayaan Allah.

Ada tiga tempat di mana menunjukkan kemiskinan itu dibenarkan:Pertama: kefakiran primordial, Kedua: kefakiran kekinian, Ketiga: kefakiran yang meniscayakan terbebasnya diri dari pilihan dan usaha.

Barang siapa yang tidak begitu, maka dia bisa dibilang berdusta dalam pengakuan akan kefakirannya.

Kalian semua adalah orang-orang fakir di setiap tarikan nafas. Seorang manusia harus menunjukkan kefakiran secara diam-diam di hadapan Allah. Terbebas dari selain Allah sehingga ibadah dan pengabdiannya betul-betul murni.

Ubudiyah atau pengabdian itu adalah sifat fakir, hina, dan merendah”.

Al-Junaidi al-Baghdadi mengatakan, “Aku tak mampu mengetahui arti ubudiyah, lalu bagaimana mungkin aku meninggalkan pengetahuan tentang ketuhanan.

Rububiyah atau ketuhanan itu menyangkut tentang: Ilmu, kuasa, paksaan dan kehendak. Sedangkan Ubudiyah atau pengabdian itu meliputi; Kelemahan, ketidakmampuan, keterpsksaan, dan ketidakpunyaan.

Seseorang tidak mampu meno!ak keterpaksaan lantaran dirinya lemah dan tidak mampu, dan dia pun tidak bisa menolak ketidakmampuannya itu.”

Abu Bakar as- Syibli mengatakan, “Kefakiran itu adalah lautan ujian. Sedangkan seluruh ujiannya adalah kemuliaan.”

Imam al-Qusyairi mengatakan,”Fakir itu ada dua macam: Pertama: Fakir ciptaan dan Kedua: Fakir sifat. Fakir ciptaan itu bersifat menyeluruh dan mencakupi semua orang.

Setiap makhluk pasti membutuhkan penciptanya. Makhluk itu berasal dari ketiadaan. Karenanya, makhluk itu fakir atau butuh pada Allah untuk menampakkannya dan membuatnya lupa, setelah itu dia akan butuh pada Allah, pada saat sudah sadar, agar membuatnya kekal abadi. Sedangkan istilah fakir sifat berarti membebaskan diri dari semua ikatan kepemilikan (tajarrud).

Fakirnya orang awam adalah tidak memiliki harta kekayaan, fakirnya orang khusus itu adalah tidak memiliki cacat.

Salah satu kemuliaan sifat fakir atau miskin itu adalah rendah hati dan tidak sombong. Fakir yang terpuji itu adalah hidup bersama Allah swt dengan Penuh kebahagiaan sepanjang waktu, tanpa memiliki sedikitpun sedih atau kecewa atas segala apa yang datang dari Allah.”

Allah berfirman:

اَيُّهَا النَّاسُ اَنْتُمُ الْفُقَرَاۤءُ اِلَى اللّٰهِ ۚوَاللّٰهُ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيْدُ

“Wahai manusia! Kamulah yang memerlukan Allah; dan Allah Yang Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu), Maha Terpuji.”

*(Abah Queenfaz)